Minggu, 30 September 2012

Hanya Sebuah Opini



suatu hari, ketika aku sangat bosan, aku akhirnya menyalakan televisi dan menonton apa saja yang ada pada saat itu. Pernah aku menonton berita gosip, berita sungguhan, drama korea, kartun anak-anak, dan masih banyak acara lainnya. Acara yang kusukai, tentu saja, adalah berita dan kartun anak-anak (yang bagus). Tetapi, siaran yang menarik hatiku dan mendapatkan perhatianku adalah acara sinetron.
Menarik hati dan mendapat perhatian tidak selalu berarti disukai. Untuk sederhananya, mari kita ambil contoh seorang anak nakal di sekolah. Tentu ia menarik hati dan mendapat peerhatian dari guru-guru, tetapi itu tidak berarti bahwa guru-guru menyukai dirinya. Sama pula dengan kasus sinetron ini. Aku tertarik dan menaruh perhatianku padanya, tetapi bila kau bertanya apakah aku suka atau tidak, sebelum kau bertanya aku akan menjawab tidak. mengapa? jawabannya sederhana :
 
  • menurutku, kualitas sinetron saat ini rata-rata buruk. Dari skala 1 sampai 10, aku akan memberi nilai 0 (tidak masuk skala). No offense, aku hanya berpendapat.
  • Selain itu temanya tidak menarik, basi, kuno, terlalu mengada-ada. 
  • Alur ceritanya standar cenderung ke bawah, terlalu panjang dan dibuat-buat. Season 1 sukses, dibuatlah season berikutnya, padahal seharusnya ceritanya sudah berakhir. Selain merusak alur yang lama, hal itu juga membuat esensi cerita yang sesungguhnya hilang. Sangat disesalkan, padahal esensi itu merupakan jantung dari sebuah cerita.
  • Complication ceritanya terlalu dangkal, agak bodoh kalau aku boleh kasar sedikit. Konyol, karena membuat tokoh terlihat bodoh, bermental bobrok dan tidak memiliki intelektual, padahal sesungguhnya kita ini manusia yang memiliki intelektual dan kecerdasan yang dapat dibanggakan, serta berbudi luhur.
  • Tapi, dari semua kekurangan itu, yang membuatku paling kesal dan sedih adalah kurangnya nilai moral dan pengetahuan yang dapat dipetik setelah kita menonton sinetron tersebut. Terlalu banyak hal sepele yang diangkat, sehingga apa yang seharusnya terlihat menjadi tidak terlihat, padahal tidak semua orang dapat menangkap apa yang tersirat. Perlu contoh? Lihat saja anak-anak yang sering menonton sinetron, apa yang terjadi kepada mereka. Sebuah pembodohan dan perusakan mental yang sangat disayangkan. Seharusnya mereka bisa mendapatkan yang lebih baik dari itu.

Sampai detik ini, aku masih berharap, semoga kekacauan dalam perfilman ini dapat diperbaiki. Jangan sampai generasi-genarasi muda kita (baca : anak kecil) sudah bertingkah seperti tante-tante jahat saat usia mereka masih 5 tahun. Biarkanlah anak-anak tetap pada kepolosannya sebagai anak-anak hingga tiba waktunya bagi mereka untuk beranjak dewasa.
Orang-orang yang bekerja di bidang perfilman, dan orang-orang yang akan bekerja di bidang perfilman, marilah kita ciptakan cerita yang menarik, berkualitas, dan berguna bagi perkembangan pengetahuan dan nilai-nilai moral!
 
 
E.D.

1 komentar: